Kurikulum Merdeka Tak Sekadar Karena Pandemi

Mutohhar, Mutohhar (2022) Kurikulum Merdeka Tak Sekadar Karena Pandemi. detik.com, detik.com.

This is the latest version of this item.

[thumbnail of Kurikulum Merdeka Tak Sekadar Karena Pandemi.pdf]
Preview
Text
Kurikulum Merdeka Tak Sekadar Karena Pandemi.pdf

Download (79kB) | Preview
Official URL: https://news.detik.com/kolom/d-6092940/kurikulum-m...

Abstrak

Jakarta - Awal 2022, tepatnya Februari, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim meluncurkan kurikulum baru yang dikenal dengan Kurikulum Merdeka. Secara mendasar Kurikulum Merdeka ditujukan untuk mengejar ketertinggalan learning loss sepanjang masa pandemi Covid-19. Namun jika kita lihat secara mendalam, kurikulum ini mempunyai target jangka panjang, yaitu memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari beberapa negara lain. Kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum 2013 dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan zaman yang sudah mengalami banyak perubahan. Isu-isu terkait Revolusi Industri 4.0, 21st Century Learning, Society 5.0 belum mampu direspons dalam berbagai proses pembelajaran di sekolah. Banyak guru mash saja disibukkan dengan berbagai tugas administrasi yang sangat membebani, sehingga pembelajaran belum mampu mencetak para peserta didik yang memiliki ketrampilan abad ke-21 yaitu komunikatif, kreatif, kolaboratif, dan pemikiran kritis. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya tingkat literasi siswa (Bando, 2021). Pandangan Filosofis Dalam pernyataannya, Menteri Nadiem menyampaikan bahwa Kurikulum Merdeka berfokus pada pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Peserta didik diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Hal ini sangat sejalan dengan gagasan Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara sangat menekankan pada kebebasan peserta didik dalam belajar, kenyamanan tempat belajar, dan pembangunan karakter. Proses seperti ini dianggap mampu mendorong peserta didik menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Pada akhirnya, mereka akan mandiri, terampil mengatur dan menentukan tujuan hidup sendiri berdasarkan norma dan budaya masyarakat yang ada. Di sisi lain, peran pendidik hanya memfasilitasi peserta didik untuk dapat tumbuh berkembang. Dalam praktiknya pendidik akan menggali, bakat dan minat peserta didik, lalu mengembangkannya. Hal ini tentu bertentangan dengan realitas yang ada, pendidik justru sering mengubah apa yang dimiliki dan diminati oleh siswa atas dalih kurikulum. Konsep pendidikan seperti ini juga merujuk pada seorang tokoh pendidikan Brazil yaitu Paolo Freire. Dalam berbagai kajian disampaikan bahwa Paolo Freire mengatakan pendidikan pada proses pengembalian kodrat manusia menjadi pelaku atau subjek, bukan penderita atau objek. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan pendekatan kultural dan proses dialogis untuk mengenalkan peserta didik pada realitas konteks masyarakat. Tantangan Guru Perubahan atau pergantian kurikulum menjadi keniscayaan yang harus dihadapi para guru. Fenomena seperti ini sudah sering dihadapi oleh guru pada masa-masa sebelumnya. Sebuah kurikulum menjadi berubah tentunya dilandasi oleh berbagai faktor. Di antaranya adanya perubahan atau pengembangan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah bangsa. Pengembangan tujuan dari sebuah bangsa diambil sebagai respons terhadap perkembangan situasi kekinian yang dihadapi oleh sebuah bangsa. Dalam menghadapi perubahan kurikulum, ada beberapa hal yang harus dihadapi oleh para guru. Pertama, transformasi kurikulum. Perubahan kurikulum bukan saja perubahan secara administratif, namun juga dibarengi dengan berbagai perangkat di dalamnya. Dalam hal ini, guru benar-benar dituntut untuk memahami secara mendalam tentang komponen-komponen di dalamnya. Guru harus merubah capaian-capaian yang diharapkan dalam pembelajaran. Dalam menentukan capaian pembelajaran, secara konseptual dan impelementasinya, guru dituntut untuk menemukan metode-metode baru sampai pada bagaimana melaksanakan penilaian dan evaluasinya. Jangan sampai nantinya kurikulum yang memiliki banyak pembaharuan penting tidak dibarengi oleh pembaharuan alam impelemntasinya di lapangan. Seperti halnya temuan yang disampaikan dalam beberapa riset terhadap implementasi Kurikulum 2013. Disampaikan bahwa dukungan dari pemerintah tidak diimbangi dengan usaha guru di lapangan. Sehingga hasilnya bisa ditebak, bahwa perubahan kurikulum belum mampu menjawab kebutuhan dari pelaksanaan pendidikan. Tantangan selanjutnya bagi guru adalah sistem pembelajaran. Minimnya referensi buat guru terhadap kurikulum merdeka menjadi salah satu tantangan terberat. Di sisi lain, dalam implementasinya, guru harus mengubah sistem pembelajaran. Jika selama ini masih banyak kita jumpai guru yang menerapkan sistem pembelajaran berpusat pada guru, maka kali ini harus berpusat pada minat siswa. Guru kali ini benar-benar dituntut untuk mampu melaksanakan pembelajaran berdasarkan pada kebebasan berfikir siswa. Dalam pelaksanaannya, guru harus bisa memicu siswa untuk berpikir dan kemudian menggunakan kreativitasnya dalam merespon berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya. Berlanjut lagi pada sistem penilaian yang dilaksanakan oleh para guru. Penilaian tidak lagi didasarkan pada pengetahuan siswa dari hasil belajar, namun juga harus mampu menilai tingkat kekritisan dan kreatifitas peserta didik, bagaimana mereka berkomunikasi dan bekerjasama. Hal ini tentunya disesuaikan dengan ketrampilan wajib pendidikan abad ke-21.

Item Type: Other
Subjects: Pendidikan > Pendidikan (Umum)
Pendidikan > Teori dan praktek pendidikan
Program Studi: Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan > Pendidikan Bahasa Inggris
Depositing User: Mr Mutohhar -
Date Deposited: 10 Oct 2023 19:32
Last Modified: 10 Oct 2023 19:32
URI: http://eprints.umk.ac.id/id/eprint/19354

Available Versions of this Item

Actions (login required)

View Item View Item